Korupsi dan Hukuman


BERKAITAN dengan banyaknya kasus korupsi yang terjadi di negara kita tercinta Indonesia, saya pernah mendengar salah satu tokoh publik menyarankan agar institusi-institusi tertentu yang “basah” diberikan gaji yang lumayan sehingga mereka tidak tergoda untuk melakukan korupsi (remunerasi). Saran lainnya yang dia ungkapkan adalah sudah sepantasnya bagi pemerintah untuk meningkatkan gaji PNS agar para PNS tidak tergiur untuk melakukan praktek Korupsi dan Kolusi (remunerasi tidak hanya pada institusi tertentu).

Jadi, saat ini sudah bukan rahasia umum lagi jika di beberapa institusi yang “basah” gaji PNS golongan yang kecil sekalipun bisa sedemikian besar. Seperti halnya Gayus Tambunan yang merupakan PNS golongan 3A bisa mendapatkan penghasilan sebulan hingga 12 juta rupiah, padahal si Gayus ini belum menjabat suatu jabatan yang strategis tapi sudah bergaji demikian besar. Untuk level swasta, gaji 12 juta-an itu merupakan gaji yang dimiliki oleh level Manager. Jadi yang kepikiran bagi saya adalah untuk selevel Gayus saja sudah diberi gaji sedemikian besar apalagi level-level yang lain yang di atasnya?? Berapa uang rakyat (pajak) yang dikeluarkan untuk beberapa instansi tertentu hanya untuk yang katanya “agar pegawai tidak tergoda untuk korupsi dan kolusi”? Benar-benar besar uang rakyat yang mengalir hanya untuk membayar orang-orang tersebut padahal belum tentu atau tidak ada jaminan pasti mereka tidak akan melakukan hal tersebut.

Coba Anda bayangkan, dengan gaji 12 juta rupiah seharusnya kita sudah bisa hidup lebih layak dan lebih nyaman. Tapi itulah tadi namanya manusia, senantiasa merasa kekurangan, akhirnya gaji yang besar tersebut bukan merupakan jaminan bahwa dia tidak akan melakukan korupsi ataupun kolusi. Akhirnya saya melihat satu-satunya cara untuk mengerem korupsi dan kolusi adalah dengan diberlakukannya hukuman yang setimpal.

Kita tahu di zaman Nabi bagi yang mencuri akan dikenakan potong tangan di muka umum. Bagi yang membunuh maka akan dibunuh, dan bagi yang lainnya ada hukuman yang diatur sedemikian rupa. Bagi orang-orang tertentu hukuman tersebut dipandang tidak menghormati HAM, tapi apa mereka memikirkan HAM orang lain yang sudah dilanggar oleh si terhukum?? Tentu mereka tidak memikirkan hal ini.

Ada beberapa keuntungan dengan diberlakukannya hukuman setimpal seperti pada zaman Nabi tersebut. Di sini saya memberikan beberapa keuntungan atas diberlakukannya hal tersebut :

1. Hukuman yang setimpal tersebut dengan dilakukan dihadapan massa maka akan menimbulkan efek jera bagi si terhukum dan juga akan memberikan efek tidak akan melakukan hal yang sama bagi massa yang melihat prosesi hukuman tersebut.

2.  Hukuman tersebut akan membuat penjara menjadi lebih sedikit. Maksudnya adalah karena sistemnya adalah setelah dihukum si terhukum akan bebas, maka kita tidak perlu untuk membangun penjara-penjara yang sedemikian megah dan aman dan kita pun tidak perlu memberi makan sedemikian banyak orang terhukum, sehingga pengeluaran negara untuk hal yang tidak perlu dapat lebih berkurang.

3.  Dengan diberlakukannya hukuman seperti ini maka otomatis uang rakyat akan bisa diolah untuk hal-hal yang lebih bermanfaat.

Tapi satu hal yang menurut saya perlu dipikirkan adalah perlu adanya pengadilan yang benar-benar adil dan tidak melihat suatu masalah dari sudut pandang tertentu saja. Nah, bagaimana jika ternyata yang telah dihukum ternyata tidak bersalah?? Maka menurut saya hal ini perlu mendapat pengganti setimpal terutama bagi aparat pengadilan yang telah bersikap tidak jeli melihat permasalah yang ada sehingga bisa salah menurunkan hukuman. Berarti dia secara tidak langsung telah melontarkan fitnah kepada orang yang ternyata tidak bersalah, apalagi ternyata kalau si tersalah sudah dihukum misalnya potong tangan. Otomatis si penghukum harus dipotong tangannya juga karena dia telah menjatuhkan hukuman yang salah, sehingga esok hari dia akan lebih berhati-hati untuk menjatuhkan hukuman pada terhukum dan hakim-hakim lainnya akan terdorong untuk berbuat adil.

Manusia ini sama seperti binatang. Ada beberapa orang yang menyebutkan manusia adalah binatang yang berakal. Seperti kita tahu, dalam mendidik binatang baik binatang yang buas ataupun tidak buas, si pendidik selalu membawa 2 hal, yaitu cambuk dan hadiah atau makanan. Ketika binatang yang didiknya melakukan kesalahan atau sulit untuk diatur, maka si pendidik akan melontarkan cambuknya kepada binatang tersebut. Efek dari cambuk tersebut adalah akan membuat jera si binatang untuk selanjutnya dia tidak akan melakukan kesalahan yang sama yang nantinya akan membuat dia dicambuk. Nah apabila dia melakukan hal benar, maka si pendidik akan memberikan makanan yang enak bagi si binatang tersebut. Maka dalam pola pikir si binatang tersebut tergambar bahwa suatu kesalahan akan membawa cambuk ke tubuhnya dan suatu kebenaran akan membawa makanan yang enak ke mulutnya. Akhirnya dengan pola pikir yang seperti itu dia akan terus berbenah dan bisa mengikuti apa kata pendidiknya.

Kembali lagi ke sistem pengadilan kita yang sudah sedemikian parah disusupi oleh mafia-mafia pengadilan. Terkadang saya miris apakah oknum-oknum yang berbuat seperti itu tidak berfikir bahwa hidup ini hanya sementara dan esok atau lusa kita akan dijemput oleh Yang Maha Kuasa? Apakah karena merasa diri masih muda dan masih punya banyak waktu untuk suatu saat bertobat sehingga menggampangkan semuanya dan berbuat semaunya? Ibaratnya selagi muda bersibuk-sibuk diri untuk menimbun harta, toh ketika umur sudah tua bisa bertobat, naik haji dan beramal dengan harta tersebut?? Apakah seperti itu pola pikirnya?? Saya sendiri tidak tahu.

Masih ingat dalam pikiran kita beberapa kasus aneh dan kasus salah menjatuhkan hukuman yang terjadi di negara kita ini. Misalnya ada kasus seorang suami yang mendapati istrinya tengah selingkuh dengan seseorang, kemudian karena gelap mata dia memukuli selingkuhan istrinya tersebut. Tidak disangka ternyata si suami inilah yang akhirnya dijatuhi hukuman dengan pasal penganiayaan. Apakah oknum penyidik tidak berfikir bahwa seseorang yang mendapati istrinya di depan mata melakukan perselingkuhan tidak akan gelap mata melakukan pemukulan?? Seharusnya hal ini tidak dilihat secara parsial tapi dilihat sebab musababnya kenapa terjadi hal seperti itu.

Sama halnya pada zaman Nabi dulu, saya masih ingat ada salah satu cerita seorang pencuri yang tertangkap. Setelah tertangkap si pencuri tersebut diadili. Ternyata dari pengadilan tersebut diketahui dia mencuri karena dia memang betul-betul membutuhkan makanan dan yang dicurinya adalah makanan. Jadi dia mencuri karena lapar. Setelah itu si pencuri dibebaskan, malah dia diberi makanan oleh Nabi. Di sini saya melihat adanya keadilan yang sebenar-benarnya, dimana keadilan tidak melihat pada hal-hal tertentu saja, tapi diliaht sebab musababnya sehingga diambil keputusan terhadap si terdakwa / tertuduh. Padahal kalo di kita mungkin hal itu sudah dibikin terpisah antara kebutuhan dia untuk makan dan perbuatan dia yang mencuri tersebut. Artinya dia tetap akan memperoleh hukuman atas perbuatan pencuriannya.

Kasus yang lain adalah kasus di daerah Jawa Timur kalo tidak salah. Salah satu kasus pembunuhan dimana polisi, jaksa dan pengadilan yang berwenang telah menangkap, mengadili dan menghukum orang yang tidak melakukan hal tersebut. Dimana setelah beberapa lama ternyata muncul pembunuh yang sebenarnya yaitu si Ryan. Kenapa hal yang menurut saya sangat memalukan dan bukti dari ketidak-profesionalan aparat penegak hukum ini sampai terjadi?? Apakah hal ini bukan dikarenakan penggampangan masalah?? Atau hal ini dikarenakan sistem penyidikan kita yang disamaratakan dimana semuanya menggunakan kekerasan sehingga orang yang tidak berbuat pun akhirnya mengaku hanya agar tidak dipukul atau disiksa?? Sangat miris mengetahui seseorang bisa dihukum sekian tahun atas perbuatan yang tidak dilakukannya. Trus setelah ternyata diketahui pelaku yang sebenarnya, apakah si terhukum yang tidak bersalah ini hanya diberi ucapan: “Maaf ya sudah salah tangkap, silahkan Anda untuk selanjutnya bebas.”. Benar-benar tidak adil rasanya, apakah tidak memikirkan dampak yang sudah ditimbulkan akibat perbuatan yang telah dilakukan oknum tersebut, dimana nama dia sudah tercemar orang-orang menyebut dia pembunuh. Kemudian dia pun bagi yang bekerja mungkin sudah dipecat dari pekerjaannya dan tidak mungkin lagi bisa kembali bekerja. Jika dia memiliki anak, anak dia pun mungkin sudah diolok-olok oleh anak-anak di kampungnya disebut Anak si pembunuh. Dan banyak lagi hal yang membuat kehidupan dia tidak bisa lagi kembali seperti semula, dan itu hanya dibalas dengan satu permintaan maaf saja?? Itulah sebenarnya yang namanya tidak adil dan tidak memandang HAM seseorang.

Kadang saya merasa lucu dengan hal-hal yang terjadi sekarang ini. Kenapa lucu?? Karena sekarang ini hal-hal yang menurut saya bersifat pribadi ternyata sudah masuk juga ranah hukum di sana dan benar-benar dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu tanpa memikirkan masak-masak keputusan tersebut. Hal tersebut adalah ada hubungannya dengan KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga). Hal ini sebenarnya adalah hal yang bersifat pribadi dalam rumah tangga, tapi dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu untuk misalnya yang ingin mengajukan cerai. Selain itu terkadang keegoan si istri yang langsung melaporkan telah dilakukan penamparan pada dirinya misalnya dan akhirnya membuat si suami dihukum. Padahal dalam agama, suami adalah pemimpin keluarga dan dia mempunyai hak untuk “memukul” istrinya yang bersalah. Nah kalau seandainya karena permasalah sepele kemudian terjadi pemukulan “mendidik” dan ini dilaporkan oleh si istri dan kemudian diproses dengan hukum yang berlaku, akhirnya yang merugi kan mereka sendiri. Dimana si suami mungkin kalau merasa dendam dia tidak akan mau kembali lagi pada istri yang telah memasukkan dia ke penjara. Padahal misalnya mereka berdua sudah mempunyai anak yang masih butuh kasih sayang dari orang tuanya. Apakah hal ini tidak dipikirkan sebelumnya??

Masih banyak lagi hal-hal lain yang membuat saya tidak habis pikir dan akhirnya menggeleng-geleng kan kepala. Semoga saja hal itu tidak terjadi pada diri kita dan keluarga kita. Semoga apa yang saya tulis di atas bisa dijadikan renungan dan membuka lebih luas wawasan kita. Amiin.

Penulis: Ahmad Zaki

Saya adalah perantau di tanah Riau ini... Saya asli dari Indramayu, bumi dimana rumbah, lotek, gesek dan kerupuk udang menjadi primadona makanan di sana. Di Pekanbaru saat ini mencoba untuk mencari sejumput rezeki sambil belajar untuk menjadi manusia yang lebih baik... semoga Allah SWT meridhoi apa yang saya coba jalankan... Amiin ya Robbal'alamiin...

Tinggalkan komentar