Pesan Moral “In Time”


ARTIKEL ini adalah tulisan saya yang saya posting di page facebook pada tanggal 26 Pebruari 2012 dan coba saya pindahkan ke Blog saya agar semua artikel teratur.

Semalam saya menonton film yang berjudul “In Time” yang dibintangi oleh Amanda Seyfried, Justin Timberlake dan Cillian Murphy. Film ini berkisah tentang suatu dunia dimana terbagi-bagi menjadi beberapa Zona Waktu tertentu yang masing-masing Zona menggambarkan kemampuan kelompok masyarakat di Zona tersebut. Dari kelompok miskin hingga kelompok elit (orang kaya).
Film ini mengambil setting bahwa umur manusia diatur oleh otoritas Zona yang mendistribusikan waktu hidup manusia secara kapitalis. Dimana mata uang atau sistem pembayaran akan diredeem ke dalam tubuh melalui persentuhan tangan dimana akan menambah umur dari orang tersebut.

Dikisahkan dalam film ini ketika manusia terlahir di lengan tangannya terdapat sederet angka yang menunjukkan waktu dia akan hidup. Sederetan angka ini akan mulai berjalan alias aktif ketika usia orang tersebut 25 tahun. Setiap orang diberi waktu 50-an tahun dalam angka tersebut. Pembayaran atas barang atau transportasi melalui transfer waktu tersebut, sehingga apabila tidak ada penambahan waktu maka orang tersebut akan mati dalam waktu singkat.
Penghasilan dari pekerjaan akan digunakan oleh orang tersebut untuk membeli tambahan waktu, sehingga orang tersebut akan bisa melanjutkan hidupnya. Konsepnya hampir mirip dengan NFC dalam setiap pembayarannya, cuma NFC tidak berhubungan dengan lamanya manusia hidup.

Jadi setiap orang dalam film ini akan berhenti pertumbuhan tubuhnya ketika usia 25 tahun. Dan kehidupan orang itu pada usia 25 tahun ke atas ditentukan oleh banyaknya waktu yang bisa dimiliki yang tertera pada lengannya. Jika dia orang berada maka waktu yang ada di lengan dia bisa diredeem hingga puluhan tahun bahkan ratusan tahun. Sehingga jika orang tersebut kaya, maka usia dia bisa di atas 100 tahun atau lebih tapi perawakannya tetap seperti orang berumur 25 tahun.

Yang jadi permasalahan dalam film ini adalah orang-orang tertentu yang masuk dalam Zona Kaya mempermainkan atau memperjualbelikan waktu secara kapitalis. Dimana “orang yang berada” akan dengan mudah memperoleh waktu hingga dekade umur panjang. Sedangkan bagi yang miskin akan terus berjuang untuk hidup dari hari ke hari. Benar-benar kehidupan yang timpang.

Tapi sebenarnya apa yang diceritakan dalam film tersebut hampir sama dengan kehidupan yang kita alami saat ini. Dimana orang-orang berada dengan uang yang dimilikinya mencoba untuk membeli “nyawa” dengan berbagai macam sistem pengobatan yang ada di dunia ini. Sedangkan orang-orang yang tidak mampu dari segi ekonomi terabaikan dan terseleksi dengan sendirinya oleh penyakit dan kematian.

Akhirnya muncullah Robin Hood dalam film ini yang diperankan oleh Justin Timberlake yang beraksi bagaikan Bony & Clyde dengan putri Konglomerat pemilik dan pendistribusi waktu. Mereka berdua melakukan pencurian dan perampokan pada perusahaan yang mendistribusikan waktu dan menyebarkan hasil rampokannya kepada masyarakat di Zona miskin. Sehingga timbul suatu pendistribusian yang merata ke masyarakat.

Hal seperti ini pun bisa saja terjadi pada dunia yang kita tempati, jika seandainya hajat hidup orang banyak seperti udara atau air nanti harus diperjualbelikan. Benar-benar repot, dimana orang yang kaya akan dengan mudah memperoleh hal yang sangat vital tersebut, sedangkan orang miskin akan semakin susah untuk mendapatkan hal tersebut.

Semoga saja hal seperti itu tidak terjadi pada dunia yang kita cintai ini… Semoga….

Pekanbaru, 26 Pebruari 2012

Kesan Mendalam Menonton “Up”


KEMARIN saya baru saja menonton film animasi buatan Pixar yang berjudul “Up”. Saya nilai film ini sangat bagus dan sangat mendidik, dimana dalam film ini 2 hal yang ingin disampaikan oleh si sutradara adalah bahwa hidup ini begitu singkat, untuk itu perlu ada tujuan hidup supaya hidup ini bisa lebih bermakna (berkualitas).

Jalan cerita di awal film “Up” ini terbilang dari senang kemudian sedih kemudian senang lagi. Sutradara sangat pandai meracik cerita dipercepat, dimana si pemeran bertemu dengan pujaan hatinya ketika masih kecil. Lalu mereka berdua menikah (walaupun berasal dari 2 keluarga yang memiliki latar kehidupan berbeda). Mereka membeli rumah yang merupakan tempat pertemuan mereka pertama kali. Kehidupan berkembang selanjutnya… Kemudian si wanita didiagnosis oleh dokter tidak akan bisa memiliki keturunan, sehingga tujuan hidup akhirnya dirubah untuk dapat melihat air terjun surga. Kemudian mereka menabung mengumpulkan uang untuk biaya perjalanan menuju air terjun surga. Dan seperti halnya kehidupan, dimana permasalahan hidup beberapa kali timbul yang membutuhkan uang besar, yang akhirnya tabungan itu tidak penuh-penuh alias terpakai terus. Hingga akhirnya tua dan kemudian si pria merasa bahwa dia belum membahagiakan si wanita karena belum mencapai tujuan hidupnya.

Akhirnya si pria membeli 2 buah tiket ke Amerika Selatan untuk mengajak wanitanya mencari air terjun surga. Ketika tiket akan diberikan di tempat romantis, ternyata si wanita sudah sedemikian tua dan tidak sanggup lagi untuk mencapai puncak bukit sehingga dia masuk ke rumah sakit yang kemudian meninggal dunia.

Lanjutkan membaca “Kesan Mendalam Menonton “Up””

Membedah Surrogates


MALAM minggu kemarin saya habiskan dengan menonton film Surrogates yang dibintangi oleh Bruce Willis. Ide film ini memang sangat bagus, dimana kita bisa beraktivitas tanpa perlu takut nanti akan terluka, tertular penyakit ataupun hal-hal lainnya akibat adanya kontak dengan orang lain. Tapi kalau kita pikir masak-masak, rasanya lebih banyak ketidak-mungkinan. Ibaratnya begini, relakah kita melepas kegembiraan kita ketika sedang rekreasi dengan robot pengganti? Tetap saja walaupun tujuannya berlibur, tapi karena kitanya tetap di dalam ruangan mengoperasikan robot pengganti, ya tetap saja jadi gak liburan.

Tapi untuk “dunia perang” mungkin menggunakan surrogates ini sangat tepat. Karena ketika perang, maka korban yang akan jatuh dalam peperangan akan sangat sedikit. Karena yang tewas dan hancur semuanya adalah robot. Jadi yang perlu dilakukan adalah investasi untuk memperbanyak operator yang akan menjalankan robot pengganti itu. Jadi ketika tentara yang sedang dijalankannya tewas atau hancur, dengan cepat si operator bisa berganti robot pengganti untuk secepatnya “berpartisipasi” lagi dalam pertempuran.

Lanjutkan membaca “Membedah Surrogates”

Kesan Menonton “Conspiracy”


KEMARIN saya meminjam Film VCD yang berjudul “Conspiracy” yang isinya bercerita tentang asal muasal atau bisa dibilang rapat awal Nazi untuk melakukan “pembunuhan massal” orang-orang Yahudi di Dunia.

Dalam rapat tersebut intinya Nazi menginginkan menjadi bangsa Superior dan mereka merasa mulai terancam dengan pertumbuhan dan penyebaran orang Yahudi di Dunia. Dalam rapat ini juga dibahas definisi dari Yahudi menurut pandangan Nazi dan patut untuk “dievakuasi” atau “dieliminasi”. Bagaimana seseorang bisa dikategorikan menjadi orang Yahudi, apakah dia berbicara secara Yahudi? Ataukah karena keturunan? Ataukah karena pernikahan? Semua kategori tersebut dibicarakan dalam rapat.

Selanjutnya dalam rapat juga dirumuskan bagaimana cara menurunkan populasi orang Yahudi di Dunia yang mencapai jutaan. Awalnya mereka ingin tetap dalam koridor hukum, mereka akan mengupayakan agar orang-orang Yahudi dikebiri sehingga tidak lahir lagi orang-orang Yahudi baru. Pengebirian ini menggunakan radiasi sinar X. Tapi cara ini kemudian ditentang dikarenakan waktu dan teknik untuk melakukan ini lama dan sedikit rumit.

Lanjutkan membaca “Kesan Menonton “Conspiracy””