Hari ini Tepat 6 Tahun Kami Telah Menikah


HARI INI tepat 6 tahun sudah kami, saya dan istri saya, mengarungi bahtera rumah tangga. Susah dan senang sudah sama-sama kita jalani bersama. Kami senantiasa berharap semoga ke depannya kita masih bisa terus bersama membina keluarga yang berkualitas.

Dalam tulisan ini saya ingin bercerita sedikit awal perkenalan saya dengan seorang wanita yang akhirnya menjadi istri saya dan ibu dari anak saya Rifqie Maulana Ahmad. Awal perkenalan saya dengan istri saya bisa dibilang tidak disengaja dikenalkan oleh teman saya. Salah satu teman kuliah saya di IPB yang sama-sama dari Fakultas Kehutanan yang bekerja di Departemen Kehutanan Provinsi Jambi saat  itu kebetulan mengikuti pelatihan Kehutanan di Provinsi Riau selama beberapa hari. Saat itu dia mengajak saya untuk menonton film di Bioskop. Tanpa disengaja kami bertemu dengan salah satu teman wanita yang sama-sama ikut pelatihan yang juga menonton film berdua dengan seorang wanita yang akhirnya menjadi istri saya itu. Akhirnya sehabis menonton film kami janjian untuk tidak langsung pulang tetapi makan-makan dulu.

Saat makan-makan itulah pertama kalinya saya berkenalan dengan wanita temannya teman saya yang bernama Ayu Wulansari Idriany yang nantinya akan menjadi istri saya. Okelah cerita saya lanjutkan. Setelah perkenalan itu yang diakhiri dengan saling bertukar nomor HP, kami pulang ke rumah masing-masing. Saat itu karena penghasilan saya masih sangat kecil dan saya pun punya tanggung jawab untuk membiayai adik saya hingga selesai kuliah di Bandung, saya tinggal di salah gudang arsip perusahaan di Bintara sendirian. Ketika malam tiba dan saya sendiri, iseng saya coba SMS wanita itu yang ternyata saat itu SMS saya tidak dibalas. Akhirnya saya pun tidak melanjutkan SMS itu saya anggap sebagai hal yang biasa dan mencoba untuk melupakan semuanya.

Beberapa bulan kemudian tidak disangka ketika saya sudah tidak lagi mengingat hal itu, saya dihubungi oleh wanita ini dan mengajak untuk ketemu. Akhirnya kita sepakati untuk bertemu di Gramedia dan karena sudah agak lama saya agak pangling juga ketemu dengan dia (kalo bisa dibilang sudah agak lupa). Setelah bertemu di Gramedia esoknya kita merencanakan untuk keluar bareng untuk makan di salah satu pondok makan di Jalan Teuku Umar yaitu Pendowo.

Ketika kami makan di Pendowo itulah tanpa basa basi saya bilang ke dia, “Hubungan kita ini pengen ke arah  mana, apakah hanya sekedar berteman biasa atau ingin ke arah yang lebih serius. Karena terus terang saya masih lajang dan umur saya pun sudah mendekati kepala tiga. Dan saya tidak menginginkan hubungan yang tidak jelas karena hanya membuang-buang energy kita berdua saja.”  Tidak disangka ternyata dia mengatakan bahwa ingin hubungan ke arah lebih serius, dan ternyata saat itu dia juga lagi sendiri. Akhirnya kami coba mulai menjalin hubungan ke arah yang lebih serius.

Tidak berapa lama sejak kami menyatakan “jadian”, kami pun merencanakan untuk menikah. Dan tidak dinyana, walaupun dia bukan orang Melayu tetapi termasuk orang Jawa, tapi karena mungkin dia tinggal dan besar di Sei Pakning yang budayanya Melayu, untuk menikah ada persyaratan berupa uang hantaran yang perlu saya sediakan.

Akhirnya karena persyaratan uang hantaran inilah pikiran saya pusing. Bagaimana tidak pusing, penghasilan saya saat itu masih sangat kecil, masih punya cicilan sepeda motor, masih ada menanggung adik saya yang kuliah, tidak punya tabungan sepeserpun dan orang tua termasuk golongan orang tak mampu. Akhirnya saya coba untuk “membicarakan” masalah uang hantaran ini yang akhirnya dari hasil “pembicaraan” tersebut disepakati bahwa uang hantarannya sebesar 5 juta rupiah dan itupun sebenarnya tidak bisa digolongkan sebagai uang hantaran karena uang tersebut akan dimasukkan ke dalam biaya pernikahan, karena kalo uang hantaran sebenarnya akan dibelikan barang-barang seperti kasur dan perlengkapan kamar. Jadi untuk kasur dan perlengkapannya bisa dibilang dipinjamkan oleh orang tua istri.

Tanpa disangka dan diduga setelah semua pembicaraan sudah menemukan titik temu, walaupun saya saat itu memang sama sekali tidak memiliki uang, ternyata saya di PHK dari pekerjaan saya di salah satu perusahaan pemegang HPHTI di Provinsi Riau. Di salah satu sisi PHK tersebut membawa hikmah yang positif bagi diri saya karena dari uang PHK sebesar 27 juta itu saya bisa melunasi uang hantaran belanja dan saya pun bisa membayar tiket orang tua saya untuk menyaksikan pernikahan kami di Sungai Pakning. Dan uang PHK tersebut masih bersisa untuk mengontrak rumah di Pekanbaru.

Selama masa menganggur sebelum kami menikah sempat juga rencana pernikahan hampir kandas di tengah jalan dikarenakan Mertua saya pada saat itu menginginkan agar saya mencari pekerjaan terlebih dahulu sebelum menikahi anaknya, karena wajar sekali Mertua saya takut nanti setelah anaknya dinikahi akan ditelantarkan oleh saya yang saat itu belum memiliki pekerjaan. Akan tetapi karena saat itu saya bersikeras yang disebabkan oleh umur saya pun sudah mulai mendekati kepala tiga dan apabila ada penundaan lagi maka saya berfikir lebih baik saya coba mencari di tanah Jawa karena saat itupun saya masih belum ada niatan apakah akan tetap menetap di Pekanbaru atau di Jawa. Akhirnya mereka mengalah memberikan restu dan semua rencana berjalan sesuai yang telah disepakati.

Tidak disangka lagi, sekitar 2 minggu sebelum pernikahan dijalankan, saya dipanggil untuk wawancara di salah satu perusahaan perkebunan Kelapa Sawit di Provinsi Riau. Tidak memakan waktu lama dari hasil wawancara tersebut mereka tertarik untuk mempekerjakan saya dan mereka menanyakan kesediaan saya untuk bekerja secepatnya dan akhirnya karena saya jelaskan juga bahwa pada tanggal 7 Juni 2004 saya akan menikah, akhirnya disepakati tanggal masuk kerja dimulai pada 15 Juni 2004.

Alhamdulillah saya panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang akhirnya melapangkan jalan saya, dimana saya bisa menikah dari uang PHK yang saya terima dan saya pun bisa langsung bekerja dan memperoleh penghasilan untuk menghidupi keluarga yang saya bina. Benar-benar semuanya seperti dilapangkan jalannya oleh Allah SWT.

Akhirnya kami menikah pada tanggal 7 Juni 2004 dengan pesta yang lumayan meriah untuk ukuran orang Jawa seperti saya. Dan benar-benar saya tidak menduga bahwa saya akhirnya bisa menikah. Dan tidak sampai satu minggu setelah menikah, saya bawa istri saya ke Pekanbaru dan kami menempati kamar kost saya di Pekanbaru yang saya bayar dari sisa uang PHK yang saya terima.

Di tempat kost itulah kami mencoba untuk memulai segala sesuatunya dengan kemampuan kami sendiri. Kami tidak membawa apa-apa dari rumah orang tua kami, hanya membawa beberapa hadiah pernikahan yang kami terima. Di tempat kost tersebut saya masih ingat benar-benar tidak banyak barang yang ada, hanya TV 21 inchi, Mini Compo dan motor yang saya bisa saya beli dari hasil bekerja sejak tahun 1999 hingga 2004 (5 tahun) bekerja. Jadi saya masih ingat betul bagaimana kami lalui hidup kami dengan tidur di kasur tipis yang saya bawa dari Camp dahulu. Di kasur tipis itulah kami tidur berdesak-desakan, yang untungnya istri saya menerima itu semua dengan lapang dada.

Selanjutnya karena kami memandang sudah tidak layak lagi untuk hidup di kamar kost yang sempit dan ibu kostnya pun menginginkan bayaran yang lebih karena kamar tersebut dipakai berdua. Akhirnya kami mencari rumah kontrakan dan Alhamdulillah dapat rumah kontrakan yang sewanya kalo dikalkulasi per bulan malah lebih murah dari sewa kost bulanan yang sudah saya keluarkan.

Akhirnya dengan sisa uang PHK yang tersisa pada tabungan yang saya miliki, kami mengontrak rumah tersebut untuk jangka satu tahun. Di rumah ini pun kami musti hidup prihatin, untuk tidur kami masih tetap di kasur yang sama belum bisa untuk membeli tempat tidur yang layak. Tapi saya pun menyadari hal ini, mulai sedikit demi sedikit dari sini saya membeli tabung gas (karena kompornya sudah ada dari hadiah pernikahan kami), kemudian kami pun membeli mesin cuci supaya tidak repot untuk mencuci pakaian.

Di rumah kontrakan inilah akhirnya istri saya hamil anak pertama saya. Ketika tiba waktunya untuk melahirkan, istri saya melahirkan di Sungai Pakning di tempat orang tuanya. Dan tepat pada tanggal 16 November 2005 lahirlah anak pertama saya dan saat ini masih satu-satunya yang saya miliki yang bernama Rifqie Maulana Ahmad.

Setelah genap 40 hari anak saya lahir, kembali saya bawa istri dan anak saya ke tempat kontrakan kami di Pekanbaru. Di sana kami masih tetap tidur di kasur sempit yang sama hingga beberapa tahun, sebelum akhirnya kami bisa membeli kasur yang layak untuk kami pakai.

Saat ini tepat tanggal 07 Juni 2010, tepat 6 tahun usia pernikahan kami susah dan senang sudah kami lalui bersama tinggal bagi kami merangkai mimpi-mimpi kami selanjutnya. Hari ini juga tepat hari pertama kali anak saya masuk sekolah TK, hari dimana mulai kami merancang masa depan anak kami. Semoga anak kami nanti bisa menjadi anak yang dapat membuat bangga orang tuanya… Amiin ya robbal ‘alamiin.

Saya ucapkan khusus untuk istriku tersayang: “Selamat Ulang Tahun Pernikahan yang ke-6 tahun semoga bahtera rumah tangga kita tetap abadi, dan apa yang kita cita-citakan semuanya tercapai, Amiin.”

Penulis: Ahmad Zaki

Saya adalah perantau di tanah Riau ini... Saya asli dari Indramayu, bumi dimana rumbah, lotek, gesek dan kerupuk udang menjadi primadona makanan di sana. Di Pekanbaru saat ini mencoba untuk mencari sejumput rezeki sambil belajar untuk menjadi manusia yang lebih baik... semoga Allah SWT meridhoi apa yang saya coba jalankan... Amiin ya Robbal'alamiin...

Tinggalkan komentar